Kisah Perselingkuhan - 1




Namaku Faridha. Orang biasa menyebutku dengan Ridha saja. Saya lahir tahun 1975 dalam suatu kota populer dengan julukannya, yakni kota hujan. Saya sudah menikah dengan seorang pria turunan Jawa namanya Mas Hadi. Kami dikarunai seorang anak lelaki yang kulahirkan diakhir tahun 1999. Oh.. iya, saya menikah dengan Mas Hadi di tahun 1998, bulan April.
Kehidupan kami biasa saja, dari sisi ekonomi sampai jalinan suami istri. Saya serta suamiku cukup nikmati kehidupan ini. Suamiku yang tenang serta sedikit pendiam ialah seorang pegawai swasta di kotaku ini. Pendapatan sebulannya cukup untuk menjaga kami bertiga. Tetapi kami belum demikian senang. Walaupun bagaimana kami harus merasai semakin bukan sekedar cukup.

Sebab kedudukan suamiku telah mustahil lagi naik di perusahaannya, untuk meningkatkan pendapatan kami, saya minta izin pada Mas Hadi untuk kerja, mengingat pendidikanku untuk seorang Accounting benar-benar tidak kumanfatkan sejak saya menikah. Pada intinya suamiku itu tetap mengikuti kemauanku, karena itu tanpa ada banyak bicara ia mengizinkan saya kerja, meskipun saya sendiri belum mengetahui kerja dimana, serta perusahaan mana yang akan menerimaku untuk seorang Accounting, sebab saya telah memiliki keluarga.

"Tidakkah kamu punyai rekan yang anak seorang Direktur di sini?" kata suamiku di satu malam sesudah kami lakukan jalinan tubuh.

"Iya.. sang Yanthi, rekan kuliah Ridha..!" kataku.

"Coba, kamu hubungi ia esok. Barangkali ia ingin membantu kamu..!" tuturnya lagi.

"Tetapi, betul nih.. Mas.. kamu izinkan saya kerja..?"

Mas Hadi mengangguk mesra sekalian menatapku kembali lagi.

Sekalian tersenyum, perlahan-lahan ia dekatkan mukanya ke mukaku serta datangkan bibirnya ke bibirku.

"Terima kasih.. Mas.., mmhh..!" kusambut ciuman mesranya.

Serta beberapa lama selanjutnya kami mulai terangsang lagi, serta meneruskan persetubuhan suami istri untuk set yang ke-3. Kesenangan untuk kesenangan kami capai. Sampai kami capek serta tanpa ada sadar kami juga terlelap ke arah alam mimpi kami semasing.

Perlu kuceritakan di sini jika Rendy, anak kami tidak bersama-sama kami. Ia kutitipkan ke nenek serta kakeknya yang ada di lain wilayah, meskipun masih satu kota. Ke-2 orangtuaku benar-benar menyayangi cucunya ini, sebab anakku ialah salah satu cucu lelaki mereka.

Siang itu saat saya terjaga dari mimpiku, saya tidak memperoleh suamiku tidur di sisiku. Saya melihat jam dinding. Ternyata suamiku telah pergi kerja sebab jam dinding itu telah memperlihatkan jam sembilan pagi. Saya ingat akan pembicaraan kami tadi malam. Karena itu sekalian kenakan pakaian tidurku (tanpa ada BH serta celana dalam), saya bergerak dari tempat tidur berjalan ke arah ruangan tamu rumahku, mengusung telepon yang berada di meja serta memutar nomor telepon Yanti, temanku itu.

"Hallo.. ini Yanti..!" kataku buka perbincangan waktu kudengar telepon yang kuhubungi terangkat.

"Iya.., siapa nih..?" bertanya Yanti.

"Ini.. saya Ridha..!"

"Oh Ridha.., ada apakah..?" tanyanya lagi.

"Bisa tidak saat ini saya ke rumahmu, saya rindu sama kamu nih..!" kataku.

"Silahkan.., kebetulan saya libur ini hari..!" jawab Yanti.

"Oke deh.., kelak sebelum makan siang saya ke rumahmu. Masak yang enak ya, agar saya dapat makan disana..!" kataku sekalian sedikit ketawa.

"Sialan luh. Oke deh.., cepetan kesini.., dinanti loh..!"

"Oke.., sampai bertemu yaa.. daah..!" kataku sekalian tutup gagang telepon itu.

Sesudah menghubungi Yanti, saya berjalan ke arah kamar mandi. Di kamar mandi itu saya melepas bajuku semua serta langsung bersihkan badanku. Tetapi awalnya saya bermasturbasi sesaat dengan masukkan jariku ke vaginaku sendiri sekalian pikiranku menerawang mengingat insiden-kejadian yang tadi malam baru kualami. Memikirkan penis suamiku walaupun tidak demikian besar tetapi dapat memuaskan padaku. Serta ini adalah kebiasaanku.

Meskipun saya sudah bertemumi, tetapi saya tetap tutup kesenangan bersetubuh dengan Mas Hadi dengan bermasturbasi, sebab terkadang bermasturbasi semakin nikmat.

Singkat kata, siang itu saya telah ada di muka rumah Yanti yang besar itu. Serta Yanti menyambutku waktu saya mengetuk pintunya.

"Apa khabar Rida..?" demikian tuturnya sekalian mencium pipiku.

"Sama seperti yang kamu melihat saat ini..!" jawabku.

Sesudah berbasa-basi, Yanti menuntunku masuk dalam ruang tengah serta mempersilakan saya untuk duduk.

"Sesaat ya.., kamu santailah dulu, saya mengambil minuman di belakang.." lalu Yanti wafatkanku.

Saya selekasnya duduk di sofanya yang empuk. Saya memerhatikan ke seputar ruang ini. Sangat bagus tempat tinggalnya, lain dengan rumahku. Di tiap pojok ruangan ada hiasan-hiasan yang indah, serta tentu mahal-mahal. Beberapa foto Yanti serta suaminya terpajang di dinding-dinding. Kode yang dulu tuturnya pernah menaksir saya, yang sekarang ialah suami Yanti, nampak makin ganteng saja. Dalam pikirku mengatakan, menyesal saya acuh tidak acuh terhadapnya dulu. Coba jika saya terima cintanya, kemungkinan saya yang bisa menjadi istrinya.

Sekalian terus memandangi photo Kode, suaminya, terbersit juga dalam daya ingatku begitu di saat kuliah dahulu lelaki turunan Manado ini coba menarik perhatianku (saya, Yanti serta Kode memang satu universitas). Kode memang orang kaya. Ia ialah anak petinggi pemerintahan di Jakarta. Sebelumnya saya juga tertarik, tetapi sebab saya tidak senang dengan karakternya yang sedikit sombong, karena itu semua perhatiannya padaku tidak kutanggapi. Saya takut bila tidak pas dengannya, sebab saya orangnya benar-benar simpel.

Lamunannku dikejutkan oleh timbulnya Yanti. Sekalian bawa minuman, Yanti berjalan mengarah saya duduk, meletakkan 2 gelas sirup serta mempersilakanku untuk minum.

"Mari Rid, diminum dahulu..!" tuturnya.

Saya ambil sirup itu serta meminum. Beberapa teguk saya minum sampai rasa dahaga yang semenjak barusan berasa hilang, saya kembali lagi meletakkan gelas itu.

"Oh ya, Mas Kode ke mana?" tanyaku.

"Biasa.. Usaha ia," kata Yanti sekalian meletakkan gelasnya. "Sesaat lagi pulang. Telah kutelpon koq ia, tuturnya ia rindu sama kamu..!" katanya lagi.

Yanti memang sampai saat ini belum ketahui jika suaminya dulu sempat naksir saya. Tetapi mungkin saja Kode telah memberitahukannya.

"Kamu bermalam yah.. di sini..!" kata Yanti.

"Akh.. tidak ah, tidak enak khan..!" kataku.

"Loh.. tidak enak bagaimana, kita kan teman dekat. Kode juga mengenal kamu. Lagian saya telah menyiapkan kamar untukmu, serta saya juga sedang mengambil cuti koq, jadi temani saya ya.., oke..!" tuturnya.

"Kasihan Mas Hadi kelak sendirian..!" kataku.

"Aah.. Mas Hadi khan tetap menurut kemauanmu, katakan saja kamu ingin bermalam satu hari di sini temani saya. Apa harus saya yang bicara kepadanya..?"

"Oke deh jika demikian.., saya pinjam telponmu ya..!" kataku.

"Tuch disana..!" kata Yanti sekalian menujuk mengarah telephone.

Saya selekasnya memutar nomor telepon kantor suamiku. Dengan sedikit bohong, saya meminta izin untuk bermalam di dalam rumah Yanti. Serta menyarankan Mas Hadi untuk tidur di dalam rumah orangtuaku. Seperti umumnya Mas Hadi mengizinkan kemauanku. Serta sesudah basa-basi dengan suamiku, selekasnya kututup gagang telepon itu.

"Beres..!" kataku sekalian kembali lagi duduk di sofa ruangan tamu.

"Nah.., begitu dong..! Mari kutunjukkan kamarmu..!" tuturnya sekalian menuntunku.

Di belakang Yanti saya ikuti jalannya. Dari belakang itu saya memerhatikan badan montoknya. Yanti tidak beralih semenjak dulu. Pantatnya yang terbungkus celana jeans pendek yang ketat melenggak-lenggok. Pinggulnya yang ramping benar-benar indah, membuatku iseng mencubit pantat itu.

"Kamu masih montok saja, Yan..!" kataku sekalian mencubit pantatnya.

"Aw.., akh.. kamu. Kamu masih tetap seksi saja. Bisa-bisa Mas Kode kelak naksir kamu..!" tuturnya sekalian mencubit buah dadaku.

Kami ketawa cekikikan sampai kamar yang disiapkan bagiku telah di muka mataku.

"Nah ini kamarmu kelak..!" kata Yanti sekalian buka pintu kamar itu.

Besar sekali kamar itu. Indah dengan hiasan interior yang berseni tinggi. Tempat tidurnya yang besar dengan seprei yang dibuat dari kain beludru warna biru, menghiasi ruang ini. Almari baju berukiran ala Bali menghiasi kamar, hingga saya percaya tiap tamu yang bermalam di sini akan berasa kerasan.

Pada akhirnya di kamar itu sekalian merebahkan diri, kami mengobrol apa. Dari pengalaman-pengalaman dulu sampai insiden kami semasing. Kami sama-sama menceritakan mengenai beberapa keluhan kami sejauh ini. Saya juga menceritakan panjang dari mulai perkawinanku sampai serinci-detilnya, serta saya menceritakan mengenai jalinan bercinta di antara saya serta suamiku. Terkadang kami ketawa, terkadang kami serius sama-sama dengarkan serta menceritakan. Sampai perbincangan serius mulai kucurahkan pada teman dekatku ini, jika saya ingin kerja di perusahan bapaknya yang direktur.

"Mudah itu..!" kata Yanti. "Saya tinggal mengontak Papah kelak di Jakarta. Kamu tentu langsung dikasih pekerjaan. Papaku kan tahu jika kamu ialah salah satu teman dekatku di dunia ini.." sambungnya sekalian ketawa terlepas.

Tentunya saya suka dengan yang dibahas oleh Yanti, serta kami juga melanjutkan percakapan kami kecuali percakapan yang serius baru saja.

Tanpa ada berasa, di luar telah gelap. Saya juga meminta izin ke Yanti untuk mandi. Tetapi Yanti justru ajakku mandi bersama-sama. Serta saya tidak menyanggahnya. Sebab saya memikir toh saling wanita.Benar-benar di luar sangkaan, di kamar mandi saat kami saling telanjang bundar, Yanti memberi suatu hal hal sama sekali tidak terpikirkan.

Sebelum air yang hangat itu membanjiri badan kami, Yanti memelukku sekalian tidak henti-hentinya beri pujian keelokan badanku. Sebelumnya saya risih, tetapi rasa risih itu hilang oleh perasaan lainnya yang sudah menyebar di sekujur badan. Sentuhan-sentuhan tangannya ke sekujur badanku membuatku nikmat serta tidak sanggup saya menampiknya. Ditambah lagi saat Yanti sentuh sisi badanku yang peka.

Kelembutan badan Yanti yang memelukku membuatku merinding demikian rupa. Buah dadaku serta buah dadanya sama-sama beradu. Sesaat bulu-bulu lebat yang ada di bawah perut Yanti berasa halus sentuh wilayah bawah perutku yang ditumbuhi bulu-bulu. Tetapi bulu-bulu kemaluanku tidak selebat kepunyaannya, hingga berasa sekali kelembutan itu saat Yanti menggoyahkan pinggulnya.

Sebab situasi yang demikian, saya juga nikmati semua apakah yang ia kerjakan. Kami betul-betul lupakan jika kami saling wanita. Perasaan itu hilang karena kesenangan yang terus mengaliri badan. Serta selanjutnya kami sama-sama berpandangan, sama-sama tersenyum, serta mulut kami juga sama-sama berciuman.

Ke-2 tanganku yang semuala tidak bergerak sekarang mulai melingkar di badannya. Tanganku mencari punggungnya yang halus dari atas sampai ke bawah serta berhenti dibagian buah pantatnya. Buah pantat yang kencang itu dengan cara refleks kuremas-remas. Tangan Yanti juga demikian, secara halus ia juga meremas-remas pantatku, membuatku makin naik serta terikut arus situasi. Makin saya mencium bibirnya dengan bergairah, dibalasnya ciumanku itu dengan bergairah juga.

Bersambung..... Artikel Berkaitan