Menembus batas -1
Telah lama saya mengenali tamuku yang namanya sebutlah saja Dibyo, seorang chinese yang kerja untuk penjualan di Maspion, ia adalah salah satunya tamu langgananku yang pada awalnya ialah rekan biasa di usaha jual membeli mobil sisa, pekerjaan "sambilan" sekaligus juga penyamaran. Ia ketahui karierku lainnya dengan cara kebetulan tidak saat dibawa rekan temannya untuk "hunting", serta rupanya salah satunya gadis yang dibooking ialah saya, lewat seorang GM, jadi saya tidak menduga benar-benar jika "ketahuan" semacam ini, begitupun diapun tidak menduga berjumpa saya dalam tempat semacam ini. Tentunya kami berdua kaget tetapi saling tidak kemungkinan menangkis.
Saya mengenal istri serta keluarganya, termasuk juga adik-adiknya sebab kami benar-benar sangat dekat. Benar-benar satu situasi yang benar-benar lain serta tidak diduga awalnya, saya berasa demikian rikuh serta kulihat ia alami hal sama. Ingin rasa-rasanya saya lari keluar kembali pada mobilku, tetapi tentunya sang GM akan sedih serta mencoretku dari daftarnya, walau sebenarnya GM itu banyak memberikan pesanan serta saya tidak ingin hal tersebut berlangsung. Keinginan hanya satu ialah saya tidak melayaninya.
Ia ditemani ke-2 temannya begitupun saya dengan 2 gadis lain yang dikirim oleh GM yang sama. Waktu kami diperkenalkan satu-satu, tertangkap sorot mata aneh menatapku tajam, saya tidak dapat menerjamahkan sorot mata itu, dengan tersipu malu serta muka bersemu merah saya memalingkan tatapanku dari sorotnya, tidak mampu menantangnya.
Tanpa ada memberikan peluang rekan temannya, ia langsung pilih saya, membuatku makin bertambah rikuh, rasa-rasanya tidak kemungkinan lakukan sama orang yang sejauh ini kukenal untuk seorang rekan dalam batas persahabatan, tidak tega rasa-rasanya menghianati Wenny, istrinya yang kuanggap untuk seorang rekan.
Berenam kami ke arah Stasium di Tunjungan Plaza, selama jalan saya serta Dibyo terdiam tanpa ada bicara, sejuta kecamuk dalam pemikiran kami masing masing, tidak tahu harus dari mulai mana. Benar-benar tidak sama dengan ke-2 temannya yang banyak gurau serta tawa dengan ke-2 gadisnya.
Saya tahu jika saya harus melakukan tindakan karieronal, tetapi dalam usaha ini, emosi serta perasaan masih menggenggam fungsi yang besar, itu manusiawi.
Situasi sedikit tertolong sebab ia harus nyetir BMW-nya hingga kekakuan kami tidak bisa dibaca rekan temannya, mereka tentu pikirkan sang Dibyo diam sebab fokus pada setirannya, mereka pasti tidak memerhatikan jika tidak sejengkalpun badanku disentuhnya, tidak seperti mereka yang dibelakang yang tangannya telah menggerayang ke semua badan pasangannya masing masing.
Detak pekik House musik serta geliat birahi beberapa pengunjung di lantai dance tidak dapat mencairkan kekakuan antara kami, serta waktu lagu "Lemon Tree" kegemaranku berkemandang keras, masih tidak dapat gerakkan kakiku ke arah lantai dansa, demikian kaku, begitupun Dibyo yang tidak berani ambil ide ajakku turun, jika saja ia ajakku tentu saya tidak dapat untuk menampik tetapi hal tersebut tidak berlangsung. Walau sebenarnya telah seringkali saya turun sama ia waktu bersama-sama istrinya ke diskotik.
Butir butir extasi yang mereka bagi, cuma kugenggam di tanganku. Kami keduanya sama terdiam membeku dalam panasnya alunan hentakan house music.
Jam 01.00 kami tinggalkan diskotik ke arah Hotel Tunjungan yang cuma berdekatan dengan komplek pertokoan itu. Tiga jam yang panjang kualami penuh kebekuan, tidak seujung rambutpun ia menyentuhku ditambah lagi mencium atau meraba badanku, walau peluang itu benar-benar luas terbentang.
Saat kami masuk kamar masing masing, kekakuan antara kami masih ada serta berasa makin membeku. Saya tidak tahu harus melakukan perbuatan apa.
"Saya tidak sangka jika kita dapat berjumpa pada kondisi semacam ini" tuturnya sesudah menghidupkan Marlboronya, berikut kata pertama yang diperuntukkan padaku semenjak bertemu 4 jam lalu.
"Saya " jawabku singkat sedikit bergetar, keringat dingin mulai membasahi telapak tanganku, rutinitas jika saya pada kondisi grogi.
"Setelah itu bagaimana nih" tanyanya, entahlah pura pura atau memang sebab rikuh.
"Terserah kamu saja, saya turut" jawabku masih bergetar.
Dibyo bergerak dari tempat duduknya mendekatiku, ia duduk disampingku, jantungku berdetak kencang serta makin kencang waktu ia memelukku. Bukan pertama-tama ia memelukku semacam ini, serta mencium pipiku juga seringkali ia kerjakan walau di muka istrinya, tetapi semuanya tentunya dalam kerangka lainnya.
Saya cuma diam saja sekalian meremas tanganku makin erat saat ia mulai mencium pipiku, benar-benar berasa lain ciumannya dibanding sebelum awalnya, ada getaran aneh menyelimutinya hatiku, kembali lagi saya tidak tahu harus melakukan perbuatan apa.
Ciuman Dibyo telah telusur ke leharku, kurasakan tangannya gemetaran waktu mulai mengelus elus buah dadaku, jantungku makin berdetak kencang waktu tangan gemetaran itu menyelinap dibalik kaosku, berasa dingin saat sentuh kulit buah dadaku.
Sekejap saya cuma terdiam waktu bibirnya mulai sentuh bibirku, dilumatnya secara halus bibir merahku sambil membimbing tanganku ke selangkangannya, berasa menegang. Tanpa ada kusadari rupanya ia telah buka resliting celananya sampai tanganku langsung sentuh kejantanannya yang masih tetap terbungkus celana dalam.
Saya mulai membalas kulumannya saat tanganku telah menyelinap dibalik celana dalamnya serta mulai meremas remas kejantanan sobatku ini.
Menit menit setelah itu terlewatkan telah siapa Dibyo awalnya, terlewatkan telah sang Wenny istrinya yang cantik, saya kembali lagi ada dalam duniaku, seorang gadis panggilan yang sedang kerja memberi kepuasan tamunya, meski begitu saya masih tidak tega melihat muka gantengnya, setiap saat kulihat mukanya saya tetap ingat akan istrinya, jadi saya tetap berupaya untuk memalingkan mukaku atau pejamkan mata waktu muka kami bertemu.
Harus kuakui rupanya Dibyo seorang yang sabar serta romantis, kuluman pada bibir serta putingku terasanya demikian nikmat serta penuh perasaan, akupun tanpa ada malu mulai mendesah nikmat dalam buaian sobatku.
Perlu nyaris 1 jam buat kami untuk sama-sama menelanjangi, badan bugil kami telah berubah ke atas tempat tidur, Dibyo meneruskan ciumannya pada sekujur badanku tetapi nampaknya masih ada kebimbangan untuk menjilati selangkanganku, begitupun saya, seolah ada penghambat yang menahanku mengulum penisnya.
Saat badan telanjangnya akan menindihku, tau-tau terdengar bunyi telephone. Dengan cukup malas ia mengusung telephone, ternyata rekan temannya sudah lama mengakhiri satu set, walau sebenarnya kami baru akan memulai. Mereka bertanya apa akan meneruskan sampai pagi, ia menanyaiku serta kujawab terserah. Pada akhirnya ditetapkan untuk nginap.
Sebelum kembali pada pelukanku, Dibyo ambil HP serta mengontak istrinya untuk memberitahukan jika ia pulang pagi dengan fakta temaniku di diskotik, entahlah apa dalam pikiran Wenny sebab tidak ada iringan musik pada latar belakangnya. Kami memang seringkali ke diskotik keduanya sama sampai mendekati pagi jadi bukan sekali ini Dibyo pulang pagi. Ia memberi HP-nya kepadaku.
"Hai Wen, sorry malam hari ini saya pinjam suamimu tanpa ada permisi" kataku.
"Ya sudah, tolong menjaga ia janganlah sampai lupa pulang, yang perlu pulang dengan selamat agar dengan botol kosong" tuturnya ditutup dengan tertawa ciri uniknya, kami memang biasa bercanda bebas, saya jadi makin berasa bersalah lihat demikian percayanya ia padaku. Tetapi ini ialah usaha bukan saya berselingkuh dengan suaminya tetapi ia yang mem-bookingku, hiburku dalam hati.
Dibyo kembali lagi mendekatiku yang masih tetap celentang telanjang di atas tempat tidur, kami harus mulai lagi dari pertama. Kesempatan ini tanpa lagi kebimbangan antara kami walau saya masih tidak dapat memandang mukanya. Dengan pejamkan mata, kusambut lumatan bibirnya sambil meremas remas kejantantannya yang telah lemas. Ia mulai berani mendesah, akupun demikian waktu bibirnya datang di pucuk bukitku.
Kujepit pinggangnya dengan kakiku waktu sedotannya makin kuat sekalian menyapukan kepala penisnya ke bibir vaginaku, kubuka sedikit mataku menatapnya, rupanya ia menatapku dengan penuh perasaan, tidak mampu saya menatapnya semakin lama, kututup kembali lagi mataku rapat rapat serta makin rapat waktu penisnya mulai menerobos masuk liang vaginaku.
Entahlah, tidak sama dengan tamuku yang lain, kesempatan ini kurasakan getaran getaran aneh menyelimutinya diriku, makin dalam penis itu melesak masuk, makin keras getaran itu bersamaan kerasnya degup jantungku yang berdetak kencang. Saya sudah menodai pertemanan yang sejauh ini kubangun, saya sudah menghianati Wenny yang demikian yakin padaku. Tetapi perasaan nikmat serta makin nikmat perlahan-lahan menyingkirkan rasa bersalah serta semua keseganan di antara saya serta Dibyo.
Kejantanan Dibyo perlahan-lahan penuh perasaan mengocokku disertai cumbuan serta lumatan pada bibirku yang kubalas dengan tidak kalah gairahnya, serta akupun makin kelojotan dalam dekapan hangat suami teman dekatku ini takkala ciumannya telusuri leherku.
Bersambung..... Artikel Berkaitan